Senin, 25 Agustus 2008

Ultras Gresik berbenah

March 12, 2008 · 3 Comments

gu2007new.jpgBarangkali itulah yang berkecamuk di pikiran saya ketika membaca spanduk yang terpasang di beberapa jalan protokol di kota ini. Spanduk itu berisi tentang ucapan semoga sukses dalam penyelenggaraan kongres Ultras yang ketiga, yang sedianya akan dilaksanakan di rumah makan “Sumatra” jl Proklamasi Gresik. Agenda penting ini, selain memilih ketua yang baru, sebagai pengganti ketua umum yang sebelumnya dijabat oleh Cak madun –panggilan akrab dari Ahmadun- yang telah memimpin Ultras selama 2 periode berturut-turut, diharapkan juga akan menyelesaikan PR yang sejak lama belum terselesaikan, yaitu mengagendakan pengesahan AD-ART yang terbengkalai setelah melampaui 3 periode pergantian ketua umum. Untuk itu, peran serta Korwil-korwil, sebagai urat nadi organisasi ini mutlak diperlukan. klik untuk baca lanjutannya

Categories: Indonesiana · Sepak Bola · beloved gresik

Gresik United Berbenah

March 1, 2008 · 16 Comments

menang-harga-mati.jpgGerbong kesebelasan kebanggaan masyarakat kota Pudak mulai bergerak. Setelah membenahi kondisi internal tim, manajemen pun sudah memilih pelatih yang akan menukangi kesebelasan ini dalam mengarungi kerasnya persaingan Divisi Utama Liga Indonesia di tahun 2008 nanti. Dan tanggung jawab itu ada pada seorang Djoko Malis. Mantan pelatih Persmin Minahasa ini didapuk menggantikan posisi pelatih terdahulu, Sanusi Rahman yang memilih hengkang dari Gresik untuk melatih kesebelasan Divisi Satu dari Propinsi Sumsel, PS Banyu Asin. Semasa melatih Persmin, mantan pemain Niac Mitra ini pun terbilang cukup sukses, karena mampu membawa Persmin masuk dalam delapan besar Liga Indonesia, walaupun pada akhirnya gagal menjadi juara. Jadi layak ditunggu bagaimana nanti Djoko Malis memberi warna pada kesebelasan Pas Jos ini( Pasukan Joko Samudro – julukan tim Gresik United). klik untuk baca selengkapnya

Categories: Sepak Bola · beloved gresik

Campaign?

February 28, 2008 · 5 Comments

futsal2.jpgHari Sabtu kemarin, bertempat di alun-alun kutho Gresik, diadakan upacara pembukaan Turnamen Futsal memperebutkan Trophy Piala Bupati, dan uang tunai sebesar 10 juta rupiah. Turnamen yang direncanakan akan berlangsung selama tiga minggu ini, termasuk dalam agenda memperingati hari jadi kota Gresik yang jatuh pada 9 Maret mendatang. Dan rencananya juga, nanti rentetan acara dalam rangka ultah kota ini akan ditutup dengan konser The Rock, grup yang digawangi sang fenomenal Ahmad Dhani, pentolan grup Dewa 19. Yahh, kita lihat saja nanti, jadi nggak nya :mrgreen: mau lanjut? klik aja di sini

Categories: beloved gresik

Kesempatan !!!!

February 23, 2008 · 9 Comments

treehug.pngKeberadaan sebuah industri di suatu daerah pemukiman, bak pisau bermata dua. Ia di satu sisi dapat memberikan energi positif, seperti menggerakkan roda perekonomian dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Namun di sisi yang lain dapat juga memberikan dampak yang merugikan, baik berupa pencemaran lingkungan dan polusi limbah sisa proses produksi. Hal ini memberikan sebuah konsekuensi logis bagi perusahaan, bersama pemerintah setempat, membangun dan menjaga lingkungan yang ada, hingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri itu. Karenanya, tanggung jawab sosial perusahaan, yang lazim disingkat CSR (Corporate Social Responsibility) harus mutlak dilaksanakan, demi terwujudnya masyarakat yang aman, nyaman dan sejahtera tentunya. klik disini untuk lanjutannya

Categories: Entrepreneurship · beloved gresik · edukasi

Polusiku, polusimu, polusi kita semua

January 26, 2008 · 9 Comments

sby-robbach.jpgKesan Gresik yang Polutif memang telah begitu lama menghantui masyarakat, hingga menimbulkan rasa panik dan cemas yang mendalam. Kesejahteraan yang gemilang pun menjadi barang yang langka dan kalaupun ada, mungkin sudah mahal harganya, semahal biaya berobat sekarang :D . Benarkah Gresik amat sangat tidak layak untuk hidup? Tapi hanya layak untuk mencari penghidupan?. Benarkah tiap detik pernapasan yang kita lakukan pasti mengandung racun B3? Mungkin memang benar demikian realitas yang terjadi di kota tua yang dulu bernama Grisee ini. Sejak gegap gempita keberadaan industri yang semakin marak, namun tanpa didukung keberadaan sarana dan prasana yang memadai, seolah semakin menjustifikasi keadaan kota ini. Dengan tata kota yang tidak jelas hendak dibawa kemana, didukung dengan semrawutnya alur lalu lintas, hingga kehadiran pendatang yang semakin menyesakkan, menjadi kenyataan yang harus kita terima, sembari hanya bisa mengelus dada saja :( (more…)

Categories: beloved gresik

3gp dari Gresik, adakah?

January 19, 2008 · 9 Comments

Di rimba dunia maya yang kejam, dimana etika dan adab kadang disingkirkan, tak jarang kita jumpai bergentayangan, file-file yang sifatnya pribadi, yang sebenarnya oleh yang empunya tidak dinginkan untuk jadi konsumsi publik. Entah dengan alasan ingin berbagi, ataukah hanya untuk sekedar meningkatkan rating dari yang mem-publish, keinginan untuk mengejar popularitas pada sebuah forum atau komunitas, seperti pada komunitas ini. Hingga membuat icon daerah pun turut dipertaruhkan, seperti yang pernah muncul terlebih dahulu, tengoklah kemunculan si Nanda pada kasus bandung lautan asmara, disusul kemudian Bandung jilid 2, disusul lagi foto-foto syur mantan jawara lomba duta pariwisata Mojokerto, dua mahasiswa di Malang. Kasus Pati, Semarang, Surabaya underground, Kediri punya, Jombang membara, video casting iklan sabun di jakarta, kasus pasangan cabup dan cawabup di Pekalongan, dan lain sebagainya. Hal ini, sedikit banyak membuat citra kota pun ikut dibawa-bawa, dan dapat menjustifikasi keadaan moral dan budaya pada daerah tersebut. (more…)

Categories: beloved gresik

Laris manisnya Rusunawa

January 19, 2008 · 4 Comments

Gresik selalu berbenah. Kabupaten yang bersinggungan langsung dengan ibu kota propinsi jawa timur, yang berslogankan Gresik berhias iman : Gresik yang bersih, hijau, aman, dan sehat, menuju masyarakat Industri, maritim, agama, dan niaga, terus menggeliatkan roda pembangunan demi mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan,seperti terpampang pada slogan tersebut di atas. Salah satunya adalah dengan membangun tempat tinggal yang terjangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, tapi tetap memberikan jaminan kebersihan dan kesehatan bagi penghuninya. Dengan konsep Rusunawa, yang berarti rumah susun sederhana dan sewa, menjanjikan harapan baru bagi masyarakat yang berkemampuan finansial terbatas untuk mendapatkan tempat tinggal yang selayak-layaknya. Terbukti, kompleks rusunawa yang berada pada 3 daerah, yaitu Karang Turi, Gulomantung, dan Kebomas laris manis habis tersewa alias rent out . Bahkan untuk daerah Kebomas, yang masih dalam tahap pengerjaan, sudah habis terpesan oleh calon penghuni rusunawa tersebut (more…)

Categories: beloved gresik

Pemberontakan demi perubahan

December 24, 2007 · 10 Comments

Obrolan sore itu di warung kopi langganan, dengan didampingi secangkir kopi susu, dan sebungkus rokok tentunya, dalam suasana hujan rintik-rintik, terasa tidak selaras dengan topik yang sedang dibahas oleh anggota dewan yang terhormat. Sepertinya sudah menjadi sebuah kewajiban, bahwa ketika cangkruk, harus ada sesuatu yang didapat. Bukan hanya membuat waktu menjadi terbuang sia-sia, tapi juga membuat logika kita semakin terasah, atau minimal setelah pulang, bisa memberi inspirasi untuk sekedar menulis, memberikan coretan di blog yang minimalis ini :D . (more…)

Categories: beloved gresik

Minggu, 24 Agustus 2008

GRESIK MY LOVE

Photobucket


I LOVE GRESIK........................

gresik kotaku tercinta

SEJARAH SINGKAT KOTA GRESIK

Gresik sudah dkenal sejak abad ke-11 ketika tumbuh menjadi pusat perdagangan tidak saja antar pulau, tetapi sudah meluas keberbagai Negara. Sebaga kota Bandar, Gresik banyak dikunjungi pedagang Cina, Arab, Gujarat, Kalkuta, Siam, Benggali, Campa dan lain-lain. Gresik mulai tampil menonjol dalam peraturan sejarah sejak berkembangnya agama Islam di tanah Jawa. Pembawa dan penyebar agama islam tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11.

Sejak lahir dan berkembangnya kota Gresk selain berawal dari masuknya agama Islam yang kemudian menyebar keseluruh pulau Jawa, tidak terlepas dari nama Nyai Ageng Penatih, dari janda Kaya Raya, yang juga seorang syahbandar, inilah nantinya akan kita temukan nama seseorang yang kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya kota Gresik.
Dia adalah seorang bayi asal Blambangan (Kabupaten Banyuwangi) yang dbuang ke laut oleh orang tuanya. Dan ditemukan oleh para pelaut anak buah Nyai Ageng Pinatih yang kemudian diberi nama Jaka Samudra. Setelah perjaka bergelar Raden Paku yang kemudian menjadi penguasa pemerintahan yang berpusat di Giri Kedaton, dari tempat inilah beliau kemudian dikenal dengan panggilan Sunan Giri. Kalau Syech Maulana Malik Ibrahim pada jamannya dianggap sebagai para penguasa, tiang para raja dan menteri, maka Sunan Giri disamping kedudukannya sebagai seorang Sunan atau Wali (penyebar agama Islam) juga dianggap sebagai Sultan/Prabu (penguasa pemerintahan)
Sunan Giri dikenal menjadi salah satu tokoh Wali Songo ini, juga dikenal dengan prabu Satmoto atau Sultan Aiun Yaqin. Tahun dimana beliau dinobatkan sebagai penguasa pemerintahan (1487 M) akhirnya dijadikan sebagai hari lahirnya kota Gresik. Beliau memerintah gresik selama 30 tahun dan dilanjutkan oleh keturunanya sampai kurang lebih 200 tahun.
Menjabat sebagai bupati yang pertama adalah Kyai Ngabehi Tumenggung Poesponegoro pada tahun 1617 saka, yang jasadnya dimakamkan di komplek makan Poesponegoro di Jalan Pahlawan Gresik, satu komplek dengan makam Syech Maulana Malik Ibrahim.
Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Surabaya. Memasuki dilaksanakannya PP Nomor 38 Tahun 1974, seluruh kegiatan pemerintahan mulai berangsur-angsur dipindahkan ke Gresik dan namanya kemudian berganti dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik dengan pusat kegiatan di kota Gresik
Kabupaten Gresik yang merupakan sub wilayah pengembangan bagian (SWPB) tidak terlepas dari kegiatan sub wilayah pengembangan Gerbang Kertosusilo (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Termasuk salah satu bagian dari 9 sub wilayah pengembangan Jawa Timur yang kegiatannya diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritim, pendidikan dan industri wisata.
Dengan ditetapkannya Gresik sebagai bagian salah satu wilayah pengembangan Gerbangkertosusilo dan juga sebagai wilayah industri, maka kota Gresik menjadi lebih terkenal dan termashur, tidak saja di persada nusantara, tapi juga ke seluruh dunia yang di tandai denganmunculnya industri multi modern yang patut dibanggakan bangsa Indonesia

Rabu, 06 Agustus 2008

Kota Kelamin

Cerpen Mariana Amiruddin
Mataku berkaca membentuk bayangan. Bayangan wajahnya. Wajah pacarku. Wajah penuh hasrat menjerat. Duh, dia menyeringai dan matanya seperti anjing di malam hari. Aku tersenyum dalam hati, ia menggeliat, seperti manusia tak tahan pada purnama dan akan segera menjadi serigala. Auu! Ia melolong keras sekali, serigala berbadan sapi. Mamalia jantan yang menyusui. Aku meraih putingnya, menetek padanya, lembut sekali. Lolongannya semakin keras, menggema seperti panggilan pagi. Pada puncaknya ia terkapar melintang di atas tubuhku. Dan tubuh pagi yang rimbun. Ia tertidur.

Pagi menjelang, ketika gelap perlahan menjadi terang. Tampak tebar rerumput dan pepohonan menjulang, angin dan sungai dan di baliknya bebek-bebek tenggelam dalam gemericik. Kutatap tubuhnya yang berkeringat membasahi tubuhku. Mengalir menumpuk menjadi satu dengan keringatku. Bulir-bulir air seperti tumbuh dari mahluk hidup. Bulir-bulir yang juga dinamai embun-embun bertabur di atasnya, bercampur keringat kami.

Matahari membidik tubuhku dan tubuhnya. Seperti kue bolu yang disirami panas agar merekah wangi. Wangi birahi tubuh kami. Pacarku masih mendengkur. Aku memperhatikan dadanya yang naik turun berirama, yang di atasnya dibubuhi bulu-bulu halus. Aku memainkan bulu-bulu itu dan sesekali mencabutinya. Bangun, kataku berbisik di telinganya. Lihat, matahari menyapa kita. Bebek-bebek naik ke daratan dan mendekati, mematuk biji-biji tanah di sekitarku. Aku melirik pelir pacarku yang kecoklatan. Kulit kendur, dan seonggok penis layu di atasnya. Aku tertawa sendiri. Bebek-bebek menyahut. Aku membelai penisnya, seperti membangunkan siput yang bersembunyi di balik rumahnya. Penis yang kunamai siput itu bergerak bangkit, bangun rupanya. Menegang, menantang, dan tersenyum memandangku. Selamat pagi, kataku. Kamu lelah semalaman, memasuki liang liurku. Dan rupamu yang menegang berjam-jam, kau harus menembus liangku berulang-ulang.

Di tempat inilah kami biasa bertamasya melakukan senggama. Tempat yang jauh dari mata-mata manusia yang mengutuk kelamin orang dan kelaminnya sendiri. Pacarku lalu terbangun, matanya memicing, bibirnya membentuk perahu, tersenyum seadanya. Liangmu nakal, katanya sambil menggeliat dan memelukku. Apa jadinya vagina tanpa liang. Apa jadinya tanpa lubang. Bagaimana menembusnya, katanya. Dan liurmu yang berlumur di penisku, bagaimana Tuhan menciptanya.

Aku memetik sekuntum bunga dan mematahkan putiknya, terlihat getah mengalir di ujung patahannya. Seperti ini, kataku menunjukkan padanya. Dan aku seperti ini, katanya sambil menjatuhkan serbuk sari bunga itu di atas kepala putik. Kami tertawa renyah.

Kami sepakat bahwa kelamin seperti sekuntum bunga dengan dua jenis kelamin di dalamnya. Benang sari dan putik yang tak mungkin berpisah dari kelopak bunganya. Juga warna-warna alam yang membiarkan kami melakukan senggama. Tak ada yang melarang, membatasi, tak juga mengomentari.

Inilah kebahagiaanku dengannya, kelamin-kelamin yang bahagia di malam hari. Kelamin juga butuh kebahagiaan. Kami mengerti kebutuhan itu. Kelamin-kelamin yang melepas jenuh, setiap hari tersimpan di celana dalam kami masing-masing. Tak melakukan apa pun kecuali bersembunyi dan menyembur air seni. Kelamin-kelamin yang menganggur ketika kami bekerja keras mencari uang. Apalagi penis pacarku, ia terlipat dan terbungkus di kantong sempaknya. Ketika mengembang ia menjadi sesak. Betapa tersiksanya menjadi penis. Begitu pula vagina, wajahnya sesak dengan celana dalam ketat nilon berenda-renda, tak ada ruang baginya. Kelamin-kelamin hanya dibebaskan ketika kencing dan paling-paling memelototi kakus setiap hari.

Kelamin kami memang tak boleh terlihat, oleh binatang sekalipun. Meski pada awalnya mereka hadir di dunia yang dengan bebasnya menghirup udara bumi. Sejak itu mereka bersinggungan dengan benda-benda buatan manusia. Terutama ketika dewasa, mereka semakin tak boleh diperlihatkan. Tak boleh terlihat mata manusia.

Suatu hari, vaginaku memucat. Penis pacarku kuyu. Aku heran, apa yang terjadi, kelamin yang tak bahagia. Aku dan pacarku diam, suasana sepertinya tak lagi menghidupkan kelamin-kelamin yang menempel di tubuh kami. Seandainya mereka bisa bicara apa maunya. Lalu kami mencoba telanjang dan berbaring berpelukan di rerumputan. Kelamin kami saling bertatapan. Tapi kami malah kedinginan. Tubuh kami menggigil memucat. Angin malam pun datang, mengiris-iris tulang kami. Ai! Pacarku, tiba-tiba penisnya hilang. Ke mana ia? Di sini, ia melipat meringkuk tak mau muncul, kata pacarku. Vaginamu? Mana vaginamu? Pacarku merogoh vaginaku, berusaha sekuat tenaga mencari lubang dan liang, tapi tak ketemu. Mana lubangmu? Kok susah? Tanya pacarku. Ia menutup sendiri, kataku. Lihat, senyumnya tak ada lagi.

Kami berdua beranjak, kemudian duduk di dekat sungai, menjauh dari angin. Tubuhku dan dia masih telanjang dan pucat di malam yang semakin pekat. Kami terdiam. Diam saja sampai pagi.
***
Sudah lama aku tak bertemu pacar. Entah mengapa, aku pun tak tertarik untuk bertemu. Bahkan mendengar lolongan dan dengkur tidurnya. Serta dadanya yang naik turun bila terserang nafsu. Aku sibuk bekerja beberapa minggu ini. Tak pernah tertarik pula pada bebek-bebek, angin dan pohon yang biasa aku dan dia temui di tengah senggama kami. Entah mengapa, ketika kubuka celanaku tampak vaginaku pucat tak lagi menunjukkan senyumnya. Kutarik celanaku dengan kasar, seperti ingin menyekap vaginaku yang tak lagi ramah. Sial! Kataku. Aku merasa tak ada gunanya punya kelamin kecuali untuk keperluan kencing. Aku kehilangan gairah, kulempar semua berkas-berkas di meja kerjaku. Juga foto-foto di atas meja. Foto-foto ketika kami bahagia. Dan foto-foto kelamin kami di dalam laci. Aku melemparkannya hingga membentur dinding.

Kubuka kaca jendela ruangan. Tampak tebaran gedung-gedung tinggi dan patung besar menjulang di tengah kota dan jalan-jalan layang yang menebas di tengahnya. Tampak pemukiman kumuh di baliknya dalam cahaya remang ditelan tebaran lampu gedung dan jalan yang menyala-nyala. Napasku sesak, seperti lama tak bernapas. Kujambak rambutku sendiri, dan aku berteriak panjang sekuat-kuatnya. Sampai aku lelah sendiri. Aku duduk di pojok ruangan, memandang meja kerjaku yang berantakan. Duduk lama hingga bulan tiba. Semua orang yang ingin menemuiku aku tolak. Aku mengunci pintu dan mematikan lampu. Aku terserang sepi. Kehilangan motivasi. Aku tertidur di atas kakiku sendiri.

Terdengar suara-suara merintih memanggil-manggil. Suara sedih dan renta. Ia seperti datang dari udara kota. Aku terbangun dan menajamkan pendengaran. Suara apa itu? Ia ternyata hadir tak jauh dari dekatku. Aku mencari sumber suara itu. Mana dia? Kutemui suara itu yang ternyata keluar dari vaginaku.

Kami tak pernah diakui. Kami terus saja diludahi. Kami dinamai kemaluan, yang artinya hina. Manusia tak pernah menghargai kami. Sama dengan pelacur-pelacur itu. Segala aktivitas kami dianggap kotor.

Samar-samar kudengar suara vaginaku yang aneh. Ia tak seperti suara manusia. Kata-katanya seperti kayu yang lapuk dan lembab, yang sebentar lagi akan dimakan rayap.

Bagaimana cara Tuhan memaknai kami? Kami pun buruk dalam kitab-kitab suci, lebih buruk dari setan dan jin.

Aku mengelus vaginaku. Kubuka celanaku dan membiarkannya bernapas. Aku bingung sendiri bagaimana ia bisa bicara. Itukah yang membuatmu pucat selama ini?

Keningku berkerut. Setelah itu tak ada lagi suara. Aku menatap vaginaku, seperti menatap mahluk hidup yang mati. Aku menyalakan lampu. Aku membereskan berkas-berkasku yang berantakan di lantai ruangan. Aku membuka kunci pintu dan keluar menuruni tangga, aku ingin berjalan mengelilingi kota di hari menjelang larut. Tampak orang-orang lalu-lalang dan beberapa seperti sengaja menabrak tubuhku. Aku jengkel dan berteriak memaki mereka. Tiba-tiba datang suara-suara seperti rayap yang merambat di balik kayu-kayu bangunan tua. Ampun, suara apa lagi ini? Samar-samar aku seperti melihat orang-orang telanjang dan berbicara dengan kelaminnya. Semua orang di kota ini telanjang! Kelamin mereka megap-megap. Penis-penis menegang seperti belalai gajah yang sedang marah dan melengkingkan suaranya. Vagina-vagina memekik dan menampakkan kelentit-kelentitnya yang tak lagi merekah. Liang-liang gelap vagina tampak menganga di depan mata.

Aku tak kuasa mengendalikan kebingunganku. Aku tahu para kelamin sedang meneriakkan batinnya. Aduh, manusia. Benar juga, bahkan tubuhmu sendiri tak kau hargai. Aku ingin sekali membantu mereka. Bahkan kelamin-kelamin yang sejenis dan bercinta setiap malam, dan kelamin-kelamin yang telah diganti dengan kelamin jenis lain, aku melihat jelas sekali kelamin para waria yang sedang berjoget di jalanan itu. Kelaminnya menangis tersedu-sedu mengucapkan sesuatu.

Aku lelah dan berhenti di sebuah taman kota. Aku duduk di bangku taman itu sembari melihat patung telanjang yang menjulang di atasku. Penisnya tampak dari bawah tempatku duduk. Aku melihat rupa patung itu yang penuh amarah, dan penis besarnya yang tak lain adalah batu.

Pacarku, aku teringat pacarku. Di manakah pacarku.
Di sini!
Kaukah itu?

Tak kuduga pacarku tiba mendatangiku dalam keadaan telanjang. Penisnya seperti jari-jari yang sedang menunjuk. Penisnya menunjuk-nunjuk ke arah kelaminku. Ternyata aku pun telanjang. Orang-orang di kota ini telanjang tak terkecuali. Kulihat vaginaku megap-megap dan liurnya menetes-netes. Pacarku lekas meraih tubuh telanjangku di taman itu, memeluk dan menggendongku di bawah patung besar telanjang menjulang.

Matanya menembus mata dan hatiku. Jarinya merogoh liang gelap vaginaku yang sudah menganga. Pacarku sangat mengenal teksturnya. Liur yang melimpah. Limpahannya membasahi jemarinya. Lalu ia mencabutnya dan menggantikan dengan penisnya yang menembus. Kini kami bersenggama di tengah kota. Kota di mana setiap orang telanjang dan tak peduli dengan ketelanjangan orang lain. Auu! Pacarku kembali menjadi serigala melolong. Ia menggigit seluruh tubuhku. Seperti anak anjing, aku menggapai sepasang puting di dadanya dengan lidahku. Kami menyatu dalam tubuh dan kelamin. Aku mengerti sekarang, kelamin pun punya hati. ***

untuk Hudan Hidayat yang ’takkan pernah sembuh’
Jakarta, 1 September 2005